CIBADAK-Hilangnya tahu dan tempe di pasar akibat mogok produksi oleh pengrajin serta pedagang benar saja terjadi kemarin. Dampaknya, menu masakan berbahan tahu dan tempe yang biasa tersaji di rumah makan serta tukang gorengan untuk sementara waktu absen.
Rumah makan ayam geprek di Cibadak misalnya. Meski sajian utamanya ayam, tetapi tahu dan tempe menjadi menu tambahan yang banyak dipesan. Absennya makanan berbahan dasar kedelai ini dialami baru satu hari kemarin.
“Hari ini tidak ada tahu dan tempe sebab hilang dipasaran. Menurut kabar sementara waktu karena ada aksi mogok produksi pedagang tempe dan tahu. Dengan kondisi saat ini kami hanya bisa pasrah,” ungkap pemilik ayam geprek, Dadang (50).
Dikatakan Dadang, menjelang mogok produksi, tempe dan tahu sudah langka. Mengenai harga tempe perbaloknya Rp5000, lalu tahu kuning perbijinya Rp500 sedangkan tahun putih Rp 750 perbijinya.
“Karena tidak ada tahu dan tempe untuk sementara kami menyajikan ayam saja,” jelasnya.
Dampak hilangnya tahu dan tempe paling dirasakan pedagang gorengan. Kini yang tersaji hanya bakwan, goreng pisang serta cireng. Kendati demikian, Mereka masih bersyukur walau tempe dan tahu tidak ada tapi masih bisa berjualan.
“Walau kurang lengkap sebab tempe dan tahu tidak ada, kami bersykur masih bisa berjualan. Meski mempengaruhi pendapatan karena goreng tempe itu paling banyak dipesan sama halnya dengan tahu,” ujar salah seorang pedagang gorengan, Zenal.
Dia berharap, krisis kedelai ini segera berakhir supaya tercipta kondusifitas pasar. ” Saya berharap kondisi ini ada solusinya, karena yang susah itu masyarakat kecil,” tukasnya.
Sementara itu, sejumlah pedagang sayuran di pasar tradisional Cigombong Warungkiara mengeluhkan atas menghilangnya tahu dan tempe di pasaran, mereka mengaku penghasilannya kini berkurang setelah menghilangnya makanan asli indonesia itu. Salah satu pedagang sayuran di Pasar Cigombong, Ai Oyat (46) mengaku, tahu dan tempe yang biasa ia jajakkan di warung mungilnya itu menghilang dari hari kemarin. Sehingga banyak pelanggannya yang mengeluh dan mempertanyakan keberadaan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai itu.
“Banyak pelanggan yang mengeluh, tapi saya gak bisa berbuat apa. Pasalnya, di tempat biasa saya belanjapun tahu dan tempe itu tidak ada,”ujar Ai.
Dengan menghilangnya kedua makanan tersebut, Ai mengaku omset penghasilannya menurun. Sehingga ia harus memutar otak, supaya dari sayuran yang ia jual, bisa mendapatkan hasil sebagai pengganti penghasilannya dari menjual tahu dan tempe.
“Penghasilan saya menurun drastis, hingga mencapai Rp500 ribu,”keluh Ai.
Ibu tiga orang anak ini berharap, pemerintah bisa melirik dan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Sehingga masyarakat bisa kembali melakukan aktivitas dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya. “Saya berharap pemerintah secepatnya turun tangan menormalkan dan mengadakan kembali tahu tempe yang menjadi makanan pokok masyarakat,”tandasnya.